Selasa, 16 Oktober 2012

Roda WAktu yang siap melindas

Hidup Bagaikan Roda yang Berputar, Benarkah?

Hidup bagaikan Roda
Hidup bagaikan Roda
Di dalam kehidupan  benar memang banyak lika-liku yang harus kita jalani sebagai suatu proses hidup menuju kedewasaan. Terkadang proses yang harus kita lalui membuat kita depresi dan membuat kita terjatuh begitu dalamnya, namun harapanya keadaan demikian membuat kita lebih bersemangat untuk maju kedepan, menatap masa depan yang lebih cerah, bukankah pendaki gunung sesekali melewati lembah untuk menuju puncak tertinggi?
Ada berkata hidup bagaikan roda yang berputar, jika boleh saya mengatakan perumpamaan ini harus di ubah, mengapa demikian? Apakah ketika anda jatuh anda kembali pada titik sebelum  memulai usaha tersebut? Pasti tidak. Ketika anda jatuh anda akan berada diatas kejatuhan sebelumnya artinya anda tak akan pernah berada pada posisi yang sama. Sebagai contoh seorang rekan saya yang beberapa kali mengalami kegagalan, pada saat usianya 20 tahun dia merintis sebuah bisnis multi level marketing dan berakhir dengan kegagalan pada usianya 21 tahun. Ketika dia mengalami kegagalan atau jatuh, dia tak akan kembali kepada fase awal pada saat umur 20 tahun dia. Setidaknya dalam 1 tahun tersebut dia punya bekal (pengalaman bisnis) untuk kehidupan bisnis selanjutnya.
Roda yang berputar akan kembali kepada dasar dimana dia pertama kali berada, artinya tidak akan ada membawa manfaat selama dia mengalami kegagalan. Hal ini lah yang membuat beberapa orang mengaggap kegagalan itu sebagai suatu hal yang sangat luar bisa besar. Seharusnya kegagalan di pandang sebagai proses hidup yang semua orang pasti pernah mengalaminya, dan kegagalan membawa keberhasilan jika kita menikmatinya dan menjadikannya sebagai motivator.
Seperti apa yang saya singgung diatas bukankah pendaki gunung sesekali melewati lembah untuk menuju puncak tertinggi? Jika saya boleh menyarankan sebenarnya “Hidup bagaikan pendaki gunung” terkadang naik dan terkadang turun kelembah hingga pada akhirnya berada pada puncaknya. Dari filosofi ini dapat dikatakan bahwa seorang pendaki akan mengalami rintangan menuju puncak gunung yaitu lembah-lembah namun tentunya lembah tersebut tidak serendah kaki gunung (dasar) dan pada akhirnya menuju puncak tertinggi dari rintangan-rintangan yang ada.
Mulai sekarang ubahlah persepsi anda ketika anda mengalami kegagalan, jangan katakan anda lagi berada pada dasar roda, tapi anda berada pada lembah pegunungan dan anda ingin menuju puncak tertinggi gunung kehidupan anda.

batik 85 an \085728570456









Senin, 15 Oktober 2012

keyakinan mengembalikan Harapan

Zainab Binti Muhammad
(Istri-istri Teladan dalam Islam)



Dari: "Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW" karangan Muhammad Ibrahim Saliim. Diketik oleh: Hanies Ambarsari.


        Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia 
meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam
hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan
iman. 

        Zainab dilahirkan apda tahun 30 setelah kelahiran Nabi
SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti 
Khuwailid, saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang untuk pute-
ranya, Abil Ash bin Rabi'. Semua pihak setuju dan ridha. Zainab
binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi'. [Ibnu
Sa'ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi
SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini adalah
jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk Islam dan hijrah 6
tahun sebelum suaminya masuk Islam.

        Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling
mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah.
Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher
Zainab sebagai hadiah bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung
sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi SAW. Ketika cahaya Tuhan-
nya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak
mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa
bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisah-
kan antara keduanya. 

        Abil Ash tetap membangkang dan berkata :"Tidak akan terca-
pai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam
agamamu dan aku tetap dalam agamaku." Adapun Zainab, maka dia ber-
kata :"Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama
engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku
atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu
sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku
imani."

        Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung.
Keduanya sadar ketika terdengar suara yang membisikkan kepada kedua-
nya :"Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta
mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."

        Hari-hari berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW
hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk meme-
rangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi',
bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul
SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan
di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah.
Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya.
Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanan-
nya, Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, 
beliau merasa iba hatinya dan bersabda :"Jika kalian tidak keberatan
melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah."
Mereka menjawab :"Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepas-
kannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW
mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembali-
kannya kepada beliau di Madinah.

        Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat 
gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini.
Maka dia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab ke-
padanya, akan tetapi untuk berkata keapdanya :"Kembalilah kepada ayah-
mu, wahai Zainab." Dia telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW
untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa
menahan tangisnya dan tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun di
luar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki-
laki Anshor. 

        Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang
dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekua-
saan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpe-
gang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin
Rabi' :"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam
jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya
dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka
temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan
Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan
perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita ter-
pelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang peng-
habisan." 

        Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya,
datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :"Wahai, puteri
Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !" Zainab
menjawab :"Aku tidak ingin melakukannya." Hind berkata :"Wahai puteri
pamanku, jangan engkau lakukan. Jika engkau mempunyai keperluan akan
suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang
hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keper-
luanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, karena sesuatu yang
masuk di antara orang-orang lelaki tidaklah masuk di antara orang-
orang wanita." Zainab berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya
mengatakan hal itu, kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut
kepadanya. Maka aku menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun ber-
siap-siap."

        Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi'
menyerahkan kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah meng-
ambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab di
waktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah
menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar 
setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana dia boleh keluar
sementara orang-orang melihat dan mendengarnya ?

        Tidak...sekali lagi tidak ! Banyak orang laki-laki Quraisy 
telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya
hingga mereka berhasil menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali me-
nemukannya adalah Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi' bin Abdul
Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di saat itu Zainab berada di
dalam pelangkinnya dan dia sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang,
dia mengalami keguguran kandungannya. 

        Iparnya marah dan berkata kepada para penyerang :"Demi Allah,
tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanah-
nya." Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rom-
bongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :"Hai, orang laki-laki,
tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu." Maka Kinanah menahan
panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :"Tindakanmu
tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara terang-terangan di
hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kehinaan yang
menimpa kita akibat musibah dan bencana yang telah kita alami sebelum-
nya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kelemahan kita. Demi umurku,
kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tidak
ingin membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu."

        Tatkala suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu
malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya.
Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami isteri
jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah
menyendiri dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di
Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan
karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan
tidak dapat bertemu.

        Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah 
dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan
Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa
lolos. Dia telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak.
Abil Ash tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada 
para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ? 

        Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan
kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon
kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan 
hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid
Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar
suara teriakan di belakang dinding :"Hai, orang-orang, aku telah me-
lindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan jaminanku." Ter-
nyata, Zainablah yang berseru itu.

        Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui
orang banyak dan bersabda :"Wahai, orang-orang, apakah kalian mende-
ngar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim
adalah dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui
puterinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW berpesan :"Wahai, puteri-
ku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia lolos kepadamu, 
karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Nabi SAW
terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suaminya yang ditinggalkan
dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena perintah Allah SWT.

        Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian,
kesetiaan dan pertolongan : yaitu kebaktian sebagai wanita muslim,
kesetiaan sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash
mendapatkan dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga
dia menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi
SAW mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau
berkata :"Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang ini
terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik
kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai hal itu. Jika
kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang diberikan-Nya
kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya."

        Mereka berkata :"Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash."
Beberapa orang di antara mereka berkata :"Hai, Abil Ash, maukah engkau
masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik
orang-orang musyrik ?" Abil Ash menjawab :"Sungguh buruk awal Islamku,
jika aku mengkhianati amanatku." 

        Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan
Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu
pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak.
Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat
gambaran yang tidak meninggalkannya. 

        Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing,
Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada
harta seseorang di antara kalian padaku ?" Mereka menjawab :"Tidak.
Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu
seorang yang jujur dan mulia." Abil Ash berkata :"Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, ke-
cuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian.
Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikan-
nya, maka aku masuk Islam."

        Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian
Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara
keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata
Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu.
Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya
boleh mengawininya dengan nikah baru."]

        Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan men-
dapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai
bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri
yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan
dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi
hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama
setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.

        Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW
sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah mening-
galkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal
kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah meng-
herankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke Syam :
"Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap
suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya."

Menjadi tuli, mampu meraih Mimpi

Kisah Si Katak Tuli



[- Demak, 15.25 -]

Masih ingat kisah si katak tuli yang berhasil keluar dari lubang yang dalam? Ada baiknya kita menyimak kembali kisahnya. Diceritakan ada tiga ekor katak yang terjerembab masuk ke dalam lubang yang sangat dalam. Para katak yang lain sudah berupaya menolong mereka, namun gagal. Kini tinggallah ketiga katak itu menemui nasibnya.

Awalnya, ketiga katak yang sudah tak lagi berharap pertolongan teman-temannya itu berusaha melompat sekuat tenaga. Namun, upaya ketiganya sama sekali tak membuahkan hasil. Samar-samar terdengar kata-kata pesimis dari para katak yang ada di atas. Bahkan beberapa di antaranya bernada vonis, bahwa mereka pasti mati jika memaksakan diri.

Mendengar hal itu, dua katak yang tadinya ngotot akhirnya menyerah. Mereka terlihat dalam kondisi yang sangat lemah, seolah-olah membenarkan teriakan para katak yang ada di atas, bahwa mereka sebentar lagi akan mati. Kondisi sebaliknya justru terlihat pada satu katak yang lainnya. Dia terlihat begitu bersemangat untuk terus melompat. Seolah-olah dia yakin 100 % bisa selamat. Dan setelah beberapa lama, akhirnya katak itu pun berhasil menggapai bibir lubang. Dan benar saja, selamat lah ia.
Apa yang membuatnya berhasil ? Sesampainya di atas, dia pun langsung bersalaman dengan semua katak sambil tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Terima kasih untuk apa ? bukankah mereka tidak banyak berbuat ? bahkan sebagian besar dari mereka meneriakkan kata-kata pesimis dan cemoohan ? Ya. benar. Dan itu lah faktanya. Fakta lainnya, ternyata katak itu tuli. Dan bagi seekor katak yang tuli, apa yang terbaca dari gerak bibir dan raut muka para katak itu justru berkata sebaliknya. Dari hasil visualisasinya, si katak menerjemahkan, bahwa mereka meneriakkan yel-yel penyemangat yang sangat-sangat heroik. Dan itulah yang membuat semangat si katak untuk terus melompat semakin dahsyat, hingga mampu menyelamatkan jiwanya.

Apa hikmah dari kisah di atas ? Hikmahnya adalah, apa yang kita dengar, ternyata bisa "membunuh" kita dan membuat kita tak berdaya. Dan itu adalah kata-kata negatif yang bisa jadi berseliweran di sekitar kita. Setiap hari. Entah dari ucapan langsung, status teman di jejaring sosial, sms, berita di media, atau kasak kusuk yang tak jelas muasalnya. Bahkan bisa jadi muncul dari pikiran negatif kita sendiri.

Seorang motivator dalam sebuah sesi yang kebetulan pernah saya ikuti berujar. Apa yang kita makan akan berpengaruh terhadap kondisi fisik kita. Jika kita selalu mengkonsumsi makanan yang sehat, halal lagi baik, serta memperhatikan cara pengolahannya, tentu tubuh kita akan sehat dan terhindar dari penyakit. Begitu pun sebaliknya.

Hal yang sama berlaku pula untuk pikiran kita. Setiap hari, ada ribuan informasi yang berpotensi bisa merusak pikiran kita, bahkan kepribadian kita. Dan itu tidak akan terjadi, jika kita mampu memfilter, dan mengolah informasi itu sedemikian rupa, sehingga menjadi benar-benar matang, steril dan sehat untuk pikiran kita.

Agak ribet memang. Dan biasanya, justru kadang kita sering terpancing untuk larut dalam isu, perdebatan, maupun polemik yang tak jelas jluntrungannya. Kita tidak sadar, bahwa apa yang kita telan mentah-mentah bisa mengotori pikiran kita. Dan kotoran itu lah yang membuat kita tidak mampu berfikir secara jernih.

Ada banyak bahan positif yang bisa kita konsumsi di luar sana. Bahan-bahan itu yang akan membangun jiwa kita, mendewasakan kita, menginspirasi kita, dan lebih mendekatkan kita pada hakikat dan tujusn hidup kita. Itulah yang sejatinya kita cari dan kita reguk.

Namun semuanya kembali kepada kita. Karena kita lah yang diberi kepercayaan penuh oleh Tuhan untuk menentukan mana yang terbaik untuk pikiran kita.